PEREMPUAN DAN LEMBAGA PEMERINTAHAN

Sangat bangga tentunya sebagai rakyat indonesia jika kita berdialektika tentang indonesia dan seribu keindahannya. Tentang adat, ras, suku bahkan lainnya. Tapi apakah kalian tau dalam tubuh indonesia masihlah tersimpan duri-duri yang tersembunyi yang layak kita bahas dan kita fahami. Banyaknya isu-isu yang beredar di masyarakat yang belum bisa teratasi. Salah satunya adalah kesetaran gender yang menjadi polemik dan berpengaruh di segala bidang. sepertihalnya posisi perempuan dalam ranah publik. Perlu diketahui saat ini dari 650 anggota DPR saat ini, 101 kursi (18,03 %) di duduki politisi perempuan dari berbagai partai, atau naik dari pemilu 2004 ketika politisi perempuan mencapai di DPR mencapai 11,6 %  sementara hasil pemilu 1999 mendukungt 8,6 % perempuan di DPR (BBC News Indonesia). Tetapi dalam prosedurnya tidak adanya kriteria yang jelas untuk perempuan masuk dalam ranah publik dan yang nampak hanyalah sebagai pelengkap memenuhi proporsi kursi politisi di lembaga pemerintahan saat ini. UU Nomor 12 tahun 2003 tentang pemilu DPR, DPD, dan DPRD pasal 65 ayat (1) menyatakan: “Setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%” namun kedudukan perempuan di ranah strategis masih sangat kurang. Sehingga tidak terlibat dalam ranah membuat kebijakan. Ketidakterlibatan ini tidak terkait dengan kualitas anggota perempuan, tapi karena kuatnya budaya patriaki yang menjamur di masyarakat. Oleh karena itu sebaiknya tidak langsung mengamini kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam bentuk UU namun, harus adanya regulasi yang jelas berkaitan dengan upaya meningkatkan kualitas perempuan. Meski presentase perempuan di lembaga pemerintahan mengalami peningkatan, kualitas kebijakan pro-rakyat, perempuan dan anak, masih menjadi tugas besar.

                               

Komentar

Postingan populer dari blog ini