SATU DARI SERIBU WACANA GENDER DI INDONESIA

Oleh:Yuyun Nur R

Persoalan gender di indonesia sampai saat ini masih menjadi perbincangan yang eksis di kalangan remaja, aktifis, dan kaum intelektual lainnya. Perlu di fahami kembali gender merupakan perbedaan peran, hak, kewajiban, kuasa dan kesempatan laki-laki dan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat, dalam hal ini konstruk sosial yang dibawa oleh masyarakat masih belum sepenuhnya terlepas dari pemikiran kuno yang sampai saat ini masih menghegemoni masyarakat indonesia tentang persoalan gender hingga berdampak pada kasus  yang mencuak dalam bidang tertentu. Sepertihalnya permasalahan gender di bidang ekonomi, domestik, lembaga pemerintahan serta masih banyak lainnya, dalam hal ini ketimpangan gender banyak di rasakan oleh kaum perempuan. Berdasarkan hal tersebut pentingnya pemahaman yang merata tentang peran perempuan dalam proses pembangunan serta tidak terlepas dengan peran laki-laki dalam prosesnya. Hal ini sesuai dengan apa yang di cita-cita kan oleh bung karno yang tertulis dalam buku sarinah bahwa perempuan dan laki-laki merupakan satu kesatuan yang utuh dan semua persoalan perempuan juga merupakan persoalan laki-laki begitupun sebaliknya. 


Pada era milenial ini paradigma lama yang menjamur dimasyarakat dimana perempuan dipandang sebelah mata sehingga memunculkan batasan-batasan sosial yang membuat terhambatnya akses pengembangan diri. Hal tersebut harus segera dipatahkan karna sebenarnya perempuan sendiri memiliki kelebihan dimana ia dapat menyesuaikan diri sesuai tempatnya serta  memiliki kemampuan diri yang berbeda-beda sesuai dengan bidang yang dikuasainya. Kepedulian pemerintah terhadap eksistensi perempuan adalah dengan adanya instruksi presiden RI No. 9 tahun 2000 tentang “pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional”. Sasaran strategi pengarusutamaan Gender (PUG) adalah upaya untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender, melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam seluruh kebijakan diberbagai bidang kebijakan diberbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Namun interpretasi dari hal tersebut tidak nampak pada permukaan hingga saat ini, angka kekerasan pada perempuan dari semua aspek meningkat seperti halnya yang diungkapkan oleh Mariana Amirudin Komisioner Komnas Perempuan “angka kekerasan terhadap perempuan terus meningkat dari tahun ke tahun. Dalam kurun waktu 12 tahun kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat 792 persen”. Cita-cita perjuangan kaum perempuan seakan hanya sebuah khayalan yang tak pernah terwujudkan. Strategi dalam perjuangan pun harus di fikir secara serius agar perjuangan semakin masif. Dalam hal ini, jika strategi hanya berpusat pada regulasi undang-undang yang menuntut kesamaan antara laki-laki dan perempuan tidak akan pernah masif jika tidak di seimbangkan dengan pemberdayaan dan kesadaran penuh perempuan dalam semua aspek kehidupan. Melihat luasnya dan besarnya cakupan dalam aspek kehidupan sinergitas menjadi kata kunci dalam perwujudannya.

 

Komentar